Minggu, 20 Desember 2015

Menikmati Keperjakaan Pembantu Suamiku


Sungguh aku tidak menyangka bahwa perselingkuhanku dengan Mas Budi, yang menurutku sudah tak tercium oleh siapapun, ternyata malah membawaku pada sebuah masalah. Diam-diam ada seseorang yang mengetahui bahwa aku telah melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain. Parahnya orang itu adalah orang dekat suamiku. Benar. Orang itu adalah Arif.
Beginilah cerita mulanya.
***

“Selamat malam.”

Sebuah sms tiba-tiba masuk. Aku melihat pengirimnya ternyata adalah nomor baru. Karena aku termasuk orang yang tak suka meladeni bila ada telepon atau pesan dari nomor baru, maka aku abaikan pesan tersebut. Namun, beberapa hari kemudian nomor itu kembali mengirim pesan. Tetap saja tak kuladeni.

“Kenapa tidak membalas pesanku?”

Lagi-lagi aku tak mengacuhkannya. Namun, dia tetap tak mau menyerah. Kini pesan darinya membuatku sangat terkejut.

“Oke kalau tidak mau membalas. Tapi ini soal kamu dan tukang kayu itu.”


Deg. Jantungku terasa seperti langsung berhenti. Siapa orang ini? Bagaimana dia bisa tahu soal aku dan Mas Budi? Karena penasaran aku pun membalas pesan itu.

“Maaf. Ini siapa?”

Lama aku menunggu jawaban pesannya. Bahkan hampir dua jam dia juga tidak menjawab. Akhirnya aku putuskan untuk menelponnya langsung. Aku tak mungkin membiarkan masalah ini.
Setelah kutelepon, akhirnya si pemilik nomor baru itu mengangkat.

“Halo. Ada apa, Bu?”

“Maaf. Kamu siapa? Lancang sekali sms seperti itu pada saya.”

Dia tergelak. “Saya tidak lancang. Saya bicara apa adanya. Benar, kan?”

Tunggu. Sepertinnya saya tidak asing dengan suara ini. “Jawab kamu ini siapa?”

“Ibu tidak kenal saya? Padahal saya sering datang ke rumah ibu.”

Suara ini… “Arif?”

Arif hanya tertawa. Tawanya menandakan sebuah kemenangan. Kepuasana. Kurang ajar.

“Bagaimana kamu bisa tahu?”

“Gampang saja, bu. Bagaimana mungkin ibu bisa lama sekali untuk membuka pintu, sementara di dalam rumah ibu ada laki-laki lain? Semua orang pasti menduga sudah terjadi apa-apa.”

“Tapi bisa saja kan saya sedang ada di dapur?”

“Benar. Tapi wajah ibu tidak sedang dari dapur.”

Aku terdiam mendengar jawabannya. Sebegitu puaskah diriku saat itu sehingga tampak sekali dari mimic mukaku?

“Ibu tahu tidak? Karena mencium ada ketidakberesan, maka saya berniat untuk menyelidikinya. Saya cepat-cepat pergi ke Pak Kades lalu setelah itu meminta ijin untuk pulang sebentar. Ibu tahu ke mana saya pergi? Saya kembali ke rumah ibu. Saya ingin membuktikan kecurigaan saya. Dan, ternyata benar apa yang saya khawatirkan. Saya melihat ibu bercinta dengan tukang kayu itu.”

“Kamu mengintip?”

Dia kembali tergelak. “Yang jelas sekarang rahasia ibu ada di tangan saya. Kartu as ibu sudah saya simpan. Suatu waktu saya bisa membukanya. Di depan suami ibu.”

“Jangan kurang ajar kamu. Kamu hanya punya kata-kata. Dan kata-kata tidak bisa dibuktikan.”

“Saya tidak bodoh, Bu. Cukup buat saya beberapa foto. Saat ibu membuka baju, berciuman, senggama, dan keluar kamar dengan bertelanjang bersama.”
Sial. Sial. Sial. Bodoh sekali aku sampai tak bisa memperhitungkan segala risikonya. Kini aku sudah tak bisa melakukan apa-apa.

“Jangan sampai suamiku tahu soal ini.” Kataku.

“Tergantung, Bu.”

“Tergantung apa?”

“Saya pikir tidak ada yang gratis di dunia ini.”

“Berapa yang kamu butuh?”

Dia tertawa. “Sayangnya saya tidak butuh uang.”

“Lalu, apa?” tanyaku penasaran.

“Minggu depan suami ibu ke luar kota. Ada sosialisasi untuk kepala desa se-provinsi.”

Aku tidak mengerti dengan ucapannya. “Lalu, apa hubungannya?”

“Rupanya ibu tidak mengerti ya? Mungkin ibu butuh teman saat suami pergi.”

Sialan. Rupanya dia benar-benar memanfaatkanku. “Tidak. Aku tidak mau.”

“Tidak masalah. Saya bisa memberikan foto itu ke Pak Tono saat ini juga.”

Aku benar-benar ingin meludahi muka Arif. Aku sungguh emosi padanya. Namun, di sisi lain aku tak bisa melakukan apa-apa. Kapan saja dia bisa mematikan diriku. Dan, aku belum siap andai harus berpisah dengan Mas Tono. Aku belum siap untuk tidak hidup dengan kemewahan yang aku punya.

“Bagaimana, bu?” Tanya Arif karena mendengarku tidak menjawab.

“Kamu minta berapa saja uang akan aku beri. Tapi tidak dengan itu.”

“Baiklah. Itu sama aja ibu menolaknya. Ya sudah kalau begitu.”

Arif pun menutup teleponnya tiba-tiba.
***

Kalau dipandang, menurutku Arif juga lumayan tampan. Badannya tiggi dengan berat ideal. Dia senang bermain bola voli. Kadang bila ada pertandingan di desa, dia selalu saja berpartisipasi. Usianya sekitar 26 tahunan. Dia belum menikah namun sudah bisa hidup mandiri. Kalau Mas Tono lagi banyak kerja, biasanya dia datang ke rumah untuk membantu. Selama aku kenal dengannya, aku tak melihat gelagat dia bakal meminta hal seperti “itu” padaku.

Melihat kartuku yang sudah ada di tangannya, maka tidak ada cara lain selain menerima permintannya. Namun, aku masih tetap berat untuk menerimanya. Bukan karena aku takut mengkhianati suamiku lagi, melainkan aku sudah berjanji dengan Mas Budi. Aku sudah memintanya untuk menemaniku selama suamiku pergi. Tapi, setelah ada Arif, aku terpaksa harus membatalkannya.

Mulanya aku ingin bercerita pada Mas Budi mengenai permintaan Arif ini. Namun, aku kembali berpikir bahwa Mas Budi tidak akan tinggal diam. Pasti dia akan melakukan sesuatu pada Arif mengingat bahwa Mas Budi sudah menganggapku seperti istrinya. Aku tidak mau hal itu terjadi. Bisa-bisa namaku juga terseret. Akhirnya, aku terpaksa harus mengabaikan Mas Budi.

“Baiklah. Aku terima permintaan kamu. Tapi jangan sampai Mas Tono tahu.”

“Terima kasih, Bu. Sampai jumpa di ranjang.” Begitu jawabnya. Benar-benar kurang ajar.

Malam di mana Mas Tono pergi pun tiba. Aku makin deg-degan. Astaga, aku akan menikmati malamku dengan laki-laki lain, pikirku. Aku akan kembali mengkhianati suamiku. Dan, aku akan digagahi oleh seorang perjaka.

Pukul 12 malam, Arif mengirim pesan bahwa dia sudah ada di belakang rumah. Aku segera membukan pintu belakang. Muncullah Arif yang mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans.

“Maaf lama,” katanya.

Kita pun beranjak ke ruang dan duduk bersama. Aku menawarkan the padanya namun dia menolak.

“Sudah lama lama aku menginginkan ibu,” katanya memecah keheningan.

“Maksudmu?”

“Sudah lama aku suka sama ibu. Ibu cantik dan menggairahkan bagi laki-laki.”

Diam-diam aku suka dengan pujian yang diucapkannya. Tak kulihat ternyata Arif sudah duduk di sampingku. Dekat sekali denganku.

“Akhirnya malam ini tiba juga,” katanya berbisik di telingaku.

Bibirnya mulai menelusuri telinga hingga tengkukku. Ini membuat libidoku naik. Tak hanya itu dia juga mulai menggunakan lidahnya. Makin terbuailah diriku. Tangannya meriah wajahku dan menghadapkanku padanya. Dia pun langsung menempelkan bibirnya di bibirku. Langsung melumat bibirku. Cukup lama aku pasif sebelum akhirnya juga turut dalam adegan lumat-melumat itu.
Sambil tetap melumat bibirku, tangannya mulai menggerayangi bagian dadaku. Diremasnya kedua payudaraku yang masih terbungkus pakaian. Setelah puas dengan lumatannya, kini ciumannya turun ke leherku. Dijilatinya leherku dengan ganasnya. Bahkan dia menyupangku dan menyisakan bekas warna merah di sana.

Tangannya mulai meraba turun ke bagian paha lalu beralih ke selangkanganku. Dielus-elusnya bagian sensitifku itu dan membuatku mendesah-desah. Sementara bibirnya masih terus bermain di leherku. Aku merasa sudah banyak cairan yang kukeluarkan lewat organ intimku lantaran permainan tangan Arif makin liar. Ketika tangannya mulai mengangkat bagian bawah dasterku, aku menghentikannya.

“Di kamar saja.” Ucapku. Aku langsung beranjak ke kamarku.

Setibanya di kamar, Arif tak membuang waktu. Dia langsung membaringkan dan menindihku di atas ranjang. Aku langsung diciumnya dengan buas. Tangannya langsung mengangkat dasterku dan diraihnya vaginaku yang masih terbungkus CD. Karena makin terbakar nafsu, tanpa sadar tanganku bergerilya ke bagian selangkangan Arif. Dari balik celananya, aku merasakan batang kemaluannya sudah mengeras. Lumayan besar, pikirku.

Arif menyuruhku untuk segera membuka dasterku. Namun membiarkan CD dan BH-ku tetap menempel. Dia berdiri di hadapanku yang berbaring di ranjang. Matanya menatap nyalang bagai singa yang siap menerkam mangsa. Tiba-tiba dia juga mulai melucuti pakaiannya sendiri. Tetapi, sama sepertiku dia menyisakan CD-nya membungkus penisnya.

Aku pun akhirnya bisa melihat dengan jelas tubuh Arif. Meski tak segagah Mas Budi, namun tubuhnya tubuh terbentuk. Tampak padat sekali. Tentu saja yang paling menyita perhatianku adalah gundukan di balik CD-nya. Terlihat besar sekali.

Arif kembali menindihku. Kembali menciumiku dari mulut lalu turun ke dadaku. Dia pun mulai melepas perlahan BH-ku. Maka terpampanglah dua bukit indah milikku. Tak mau banyak membuang waktu, Arif langsung melahapnya. Mulutnya langsung mencaplok payudaraku. Dilahapnya secara bergantian kiri dan kanan. Kadang-kadang puting susuku juga dijilati dengan lidahnya. Bahkan terkadang juga digigitnya.

“Oh…oh…oh…” desahaku menikmati sentihan Arif.

Sementara Arif sibuk dengan susuku, tanganku mencoba untuk bergerilya kembali ke selangkangan Arif. Kuremas-remas penisnya dari luar CD-nya. Terasa sekali kalau penis itu sudah mengeras dengan sempurna. Dari rabaanku, kuduga kalau penisnya juga lumayan besar. Karena sudah dikuasai oleh nafsu, tangaku tanpa terasa sudah menyelinap masuk ke balik CD Arif. Tanganku sudah menyentuh penisnya. Benar dugaanku bahwa penisnya juga lumayan besar. Aku pun mulai mengocoknya perlahan.

Tanpa diduga tiba-tiba Arif bangun dan segera melepas CD-nya. Penisnya langsung mencuat di hadapanku. Bila dibandingkan dengan Mas Budi, tentu masih kalah. Kalau dengan suamiku, aku lebih suka milik Arif. Dia juga turut melepas CD yang masih kukenakan. Alhasil, kami berdua pun sama-sama telanjang. Lalu, Arif mencoba untuk membuka pahaku dan mengarakan penisnya ke vaginaku.

Ah, mungkin karena belum bercinta sebelumnya Arif ingin cepat-cepat, pikirku.

Dan, benar dugaanku. Dia langsung mendorong penisnya untuk segera masuk.

“Rif…” rintihku ketika Arif mendorong penisnya. Karena belum berpengalaman, gerakan Arif tak sehalus Mas Budi. Gerakan mendorongnya agak kasar.

Arif terus mencoba memasukkan penis dan akhirnya…jleb. Masuklah kepala penis itu. Arif terus melakukan dorongan agar penisnya semakin masuk ke dalam. Dia memaju-mundurkan pantatnya. Perlahan-lahan dan lama kelamaan semakin cepat.

“Oh…oh…Rif…terussss…”

Arif tak bersuara apa-apa. Dia focus dengan gerakannya menggenjotku. Tangannya meraih kedua payudaraku dan meremasnya. Setelah itu payudaraku juga kembali dilahapnya sedangkan gerakan pantatnya tidak berhenti. Justru semakin cepat.

“Rif…oh…” aku merintih. Kubelai-belai rambut Arif. “Enak…sayaang…”

Tetap tidak ada jawaban darinya. Malah kurasakan gerakannya semakin cepat saja. Aku pun merasa pertahananku akan runtuh. Dan, benar saja tak lama kemudian aku mencapai orgasmeku.

“Riiiiiffff…” kataku sambil meremas rambut Arif.

Tak lama setelah itu, tiba-tiba tubuh Arif menegang. Genggamannya di lenganku terasa kuat sekali. Dia pun membenamkan penisnya dalam-dalam dan kurasakan semprotan spermanya. Banyak sekali bahkan sampai ada yang meleleh lewat vaginaku.

Arif langsung rebah di sampingku. Dia Nampak kelelahan. Kami berdua pun tertidur.

Saat kami bangun, jam menunjukkan pukul 9 pagi. Ah, rupanya senggama semalam membuat kami kelelahan. Kulihat Arif masih terlelap di sampingku dengan kondisi masih bertelanjang. Lucu juga melihatnya dengan kondisi seperti itu. Apalagi penisnya yang sedang ikut terlelap.

Kupandangi wajah Arif. Ternyata dia terlihat sangat tampan jika sedang tertidur seperti itu. Wajahnya tampak sangat polos meskipun sebenarnya dia juga sedikit kurang ajar. Tapi aku tetap suka dengannya. Setidaknya aku bisa menikmati keperjakaannya.


Setelah membangunkan Arif, aku pun langsung beranjak ke kamar mandi. Tanpa diduga Arif menyusul dan kami mandi berdua. Tentu saja juga melanjutkan percintaan semalam.

sumber gambar: www.tritontv.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar