Jumat, 19 Februari 2016

Liburan Panas: Mengitip

Riana dan kekasihnya, Dika, masih terus berdebat perihal ikut atau tidak mereka dalam liburan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka berdua memang bekerja dalam satu perusahaan yang sama. Kebetulan di kantor mereka mengijinkan karyawan untuk menjalin hubungan dengan karyawan lain.

gambar diambil dari www.pinterest.com

“Untuk apa sih ikut-ikutan seperti itu?” kata Riana, yang sejak awal tidak setuju dengan permintaan Dika.


“Ayolah. Sayang sekali kalau tidak ikut. Gratis loh! Semua biaya ditanggung perusahaan.”

“Aku sedang tidak mood untuk liburan.”

“Bukankah ini kesempatan kita bisa bersama?”

Riana terdiam mendengar ucapan Dika. Dalam hatinya Riana menyadari bahwa ini kesempatan mereka bisa liburan bersama.

“Ayolah, mau ya?” rengek Dika. “Nanti kalau kau tidak ikut, cuma aku dong yang tidak punya pasangan.”

Cukup lama Riana terdiam. Terlihat seperti berpikir. Tapi kemudian dia menjawab, “Baiklah.” Dika melompat kegirangan saking senangnya. Dia pun langsung memeluk kekasihnya itu.

Perusahaan tempat Riana dan Dika bekerja memang mengadakan sebuah liburan ke salah satu pantai di kota mereka tinggal. Liburan itu memang agenda wajib perusahaan. Biasanya mereka selalu pergi ke luar kota. Tapi untuk kali ini perusahaan memutuskan untuk liburan di dalam kota saja. Tetapi, hal tersebut tidak menurunkan minat para pemimpin perusahaan untuk ikut. Oh ya, liburan ini hanya berlaku bagi jajaran atas perusahaan.

***

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sabtu pagi mereka berkumpul di kantor sebelum berangkat. Para pejabat tinggi perusahaan terlihat berkumpul semua bersama para istri mereka.

Dika terlihat sedang berbincang dengan Pak Robert, manajer pemasaran perusahaa. Pak Robet datang bersama istrinya saja, Bu Intan. Pak Robert berumur sekitar 40-an dan istrinya tidak jauh berbeda umurnya. Meski sudah memasuki kepala empat, namun Bu Intan masih terlihat cantik. Wajahnya putih bersih, rambutnya hitam lurus, dan bodinya….duh, sungguh aduhai. Sementara Pak Robert mulai terlihat perutnya sudah sedikit membuncit, meski tidak terlalu kentara.

“Riana juga ikut kan?” tanya Bu Intan.

“Iya, bu. Tuh dia orangnya,” kata Dika seraya menunjuk Riana yang datang ke arahnya.

“Ada apa?” tanya Riana.

“Tidak. Tadi Bu Intan tanya kamu ikut atau tidak.”

Mereka pun melanjutkan perbincangan. Di sisi lain, Pak Agung, pemimpin puncak perusahaan tengah berdiri dengan beberapa orang. Terlihat di sana Pak Hadi, manajer operasional dan istrinya Bu Ana, Pak Jefri, manajer personalia dan istrinya, Bu Tati dan Pak Eko, kepala bagian produksi dan istrinya Bu Nanik. Di samping Pak Agung juga terlihat Bu Tati, istrinya yang masih tampak kencang di usia hampir 60. Tubuhnya masih terpelihara dengan baik. Yang paling menyita perhatian adalah dadanya yang begitu besar. Pak Agung kemudian mengajak rekannya untuk menghampiri Dika.

“Dika.” Sapa Pak Agung.

“Bapak.” Balas Dika. Kemudian mereka semua saling bersalaman satu sama lain.

“Wah, kamu ikut, Riana?” kata Pak Agung saat hendak menyalaminya. “Asyik Dika gak kesepian selama liburan.” Mereka semua tertawa mendengar ucapan pemimpinnya itu.
Meski Pak Agung adalah pemimpin mereka, namun Pak Agung sangat supel. Dia tidak kaku seperti kebanyakan bos. Dia mudah berbaur dengan bawahannya. Kadang bercanda juga. Bahkan bahan candaannya hal-hal yang berbau mesum.

Pak Agung sudah berumur 50 lebih. Namun tubuhnya tidak menunjukkan kalau dia sudah berumur 50 tahun. Betapa tidak badanya masih tegap. Otot-ototnya masih kekar, tak sedikitpun terlihat kendor. Perutnya juga masih tampak rata. Memang sejak muda dia sangat rajin berolahraga.

Tak lama setelah itu mereka pun berangkat menuju lokasi.

***

Tak butuh waktu lama, mereka pun sampai dan langsung menuju kamar masing-masing yang sudah disediakan. Hotel tempat mereka bukan hotel berbintang. Namun tetap nyaman untuk ditempati untuk liburan.

Mereka tiba di pantai sore hari. Jadi sangat tidak mungkin untuk melakukan kegiatan. Setelah mereka membawa barang bawaan, mereka langsung mandi dan bersiap untuk makan malam bersama di restoran hotel.

Selepas makan malam, mereka kembali tidak punya acara. Para suami memilih untuk duduk dan ngopi bersama. Sementara para istri terserah memilih untuk apa. Jalan-jalan silakan, tapi harus berhati-hati. Bu Tati, Bu Nanik dan Riana, memilih berkeliling di hotel menyaksikan bagaimana keadaannya. Sedang Bu Intan dan Bu Ana memilih kembali ke kamar masing-masing.

Jam hampir menunjukkan pukul 9 malam. Pak Agung tiba-tiba pamit untuk pergi ke kamarnya dulu sebab ingin istirahat. Ketika dia berjalan menuju kamarnya dia berpapasan dengan Bu Intan yang hendak ke mana.

“Mau ke mana Bu Intan?” tanya Pak Agung.

“Ini, pak. Ingin beli minum dulu.”

“Mau beli minum atau jemput Pak Robert?”

“Ya jalan-jalan lah, Pak.”

“Siapa tahu mau panggil Pak Robert. Soalnya kayanya udah siap tempur nih.” Goda Pak Agung.

“Ih, siap tempur apaan sih, pak.”

“Itu pakaiannya.”

Memang saat itu Bu Intan hanya memakai daster tipis. Bu Intan berani memakai baju seperti itu keluar kamar karena cuma ingin pergi ke kantin yang tidak jauh dari kamarnya. Tetapi, tanpa diduga ia bertemu dengan Pak Agung yang saat ini sudah memandangi lekuk tubuh indahnya.

“Ah, bapak. Gerah aja, pak di dalam kamar.”

“Saya juga gerah lihat kamu begitu.”

Entah kenapa, Bu Intan jadi tersipu mendengar godaan Pak Agung. “Gerah kenapa emang, pak?”
Tak ada jawaban dari Pak Agung. Tapi kini dia sudah menepelkan tubuh Bu Intan ke dinding. Wajahnya sudah dia benamkan ke leher Bu Intan. Sedang kedua tangannya langsung meremas payudaranya.

“Pak Agung, bapak ngapain?” tanya Bu Intan yang terkejut dengan sikap Pak Agung, namun tidak memprotesnya.

“Saya bernafsu melihat ibu…” sahut Pak Agung sambil terus menggerayangi tubuh Bu Intan.

“Nanti dilihat orang, pak.”

Namun Pak Agung tidak memperdulikan kata-kata itu. Dia terus saja melakukan aktivitasnya. Bu Intan sudah mulai terbawa suasana. Dia mulai mendesah pelan. Apalagi saat tangan kiri Pak Agung turun ke selangkangannya dan mulai melakukan usapan di sana.

“Paaakk….stoooppp…” pinta Bu Intan. Pak Agung tak bergeming.

“Ah… paaaakk… jangannn dii siiniiii….”

Mendengar ucapan Bu Intan, Pak Agung langsung menghentikannya. Dia melihat itu sebagai tanda bahwa wanita di depannya itu menghendaki untuk ke tahapan yang lebih serius. Pak Agung pun langsung menyeret Bu Intan ke belakang hotel. Di sana ada sebuah ruangan kosong tak terpakai namun tetap memiliki lampu yang menyala.

Sesampainya Pak Agung tidak mau buang-buang waktu. Dia kembali menyerang betinanya. Diciuminya leher, wajah dan bibir pula. Tangannya juga merayap ke seluruh tubuh termasuk selangkangan Bu Intan. Pak Agung mengangkat bagian bawah daster Bu Intan lalu terlihat daerah sensitifnya yang masih dilindungi celana dalam berwarna hitam. Tangan Pak Agung langsung mengusap-usap permukaan vagina Bu Intan yang menggunduk itu. Dia meraba-rabanya. Tak terasa vagina itu sudah basah, pertanda Bu Intan sudah sangat terangsang. Siap untuk digagahi dirinya.

Di ruangan itu terdapat satu buah meja tak terpakai. Pak Agung kemudian menidurkan Bu Intan di sana. Bu Intan pun seolah sudah mengerti sebab ia langsung mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar. Pak Agung meraih ujung CD hitam Bu Intan, lalu menariknya lepas. Kini termpampanglah vagina Bu Intan di depan Pak Agung. Hal itu bukan kali pertama Bu Intan memperlihatkan bagian terlarangnya ke lelaki lain selain suaminya. Dulu dia juga pernah memperlihatkan tubuh telanjangnya di hadapan mantan supirnya.

Kemudian Pak Agung membuka resletuing celananya. Dan, lansung mencuat sebuah batang tegang besar berwarna cokelat dipenuhi jembut lebat. Batang itu tegak dengan ujung kepala yang mengkilap. Pak Agung memegangi batangnya itu dan bersiap memasukkannya ke vagina Bu Intan.
Tanpa diduga, ada sepasang mata yang mengintip kejadian itu. Sepasang mata itu adalah miliki Riana.

***

Selepas berjalan-jalan dengan Bu Tati dan Bu Nanik, Riana memilih untuk melihat bagian samping hotel. Dia sendiri tidak mengerti kenapa tiba-tiba tertarik untuk melakukan hal itu. Dia pun pergi ke sana dan melihat ada sebuah ruangan tak dipakai. Dia terus berjalan menuju ruangan itu. Ketika semakin dekat, ada suara desahan seseorang. Karena penasaran, dia makin mendekati ruangan tersebut. Suara itu pun makin terdengar jelas di suaranya. Mendengar dari jenis desahannya, pikiran Riana pun mulai berpikir yang aneh-aneh. Suara itu berasal dari dalam ruangan kosong itu. Riana pun mencari tempat yang pas untuk melihat keadaan di dalam ruangan.

Riana berdiri di dekat jendala yang tidak terlalu tinggi. Dia mulai melongokkan kepala. Betapa terkejutnya dia saat melihat Pak Agung sedang menggagahi Bu Intan.

“Aaahhh….aaahhh…” terdengar desahan Bu Intan. Sementara Pa Agung terus memompa vagina Bu Intan dengan penisnya.

Sungguh Riana amat tidak percaya dengan kejadian yang ada di hadapannya. Terlebih lagi ini adalah kali pertama ia melihat adegan langsung persenggamaan manusia. Dalam hati Riana ingin sekali beranjak pergi dari tempat itu, dan menghindarkan dirinya dari zina mata. Jangan sampai dia mampu menjaga auratnya yang selalu tertutup, namun matanya tidak ia jaga pula.

Akan tetapi, kakinya seperti tak bisa diajak untuk beranjak. Tubuhnya serasa ingin terus di sana, menyaksikan dua orang yang sedang bergumul mesra. Dilihatnya pakaian Bu Intan, dasternya sudah sampai ke atas, bahkan payudaranya pun ikut terlihat. Payudara itu kini menjadi bulan-bulanan tangan dan mulut Pak Agung. Sesekali bosa suaminya itu menunduk, meraih payudara Bu Intan dengan mulutnya. Lalu mengulumnya hingga Bu Intan mendesah tak keruan.

“Paakk…paakk…” Suara Bu Intan makin keras, seiring dengan sodokan di bawah selangkangannya oleh Pak Agung.

“Paakk…. Ohhh….” Rintih Bu Intan, lagi.

Pak Agung terus menggenjot vagina Bu Intan. Sedang Riana terus terpaku dengan pemandangan itu. Riana merasa dirinya pun mulai terbawa suansana panasnya persenggamaan. Terbukti saat payudara yang masih terbungkus itu mulai mengeras.

Tidak lama setelah itu, Bu Intan merintih, “Aaaaahh….Paakkk….” suara itu kemudian disusul dengan tubuh yang bergetar-getar. Kemudia, tak lama berselang juga Pak Agung juga merintah dan tubuhnya dihentakkan ke vagina Bu Intan dalam-dalam. Pak Agung menunduk dan meraih bibir Bu Intan, mengulumnya.

Setelah selesai berciuman, kemudian Pak Agung mencabut penisnya yang tertancap di vagina Bu Intan. Riana terbelalak, ketika melihat benda panjang tegak dan berwarna cokelat di selangkangan Pak Agung. Sementara di pangkalnya tumbuh bulu kehitaman. Sepanjang hidupnya Riana belum pernah melihat langsung kemaluan lelaki. Dia hanya pernah melihat dari video atau gambar-gambar yang tersedia banyak di internet. Bahkan dengan Dika pun tidak pernah. Dika memang suatu kali mengajaknya untuk bercinta, tapi Riana menolak.

Pak Agung terlihat mengusap-usap ujung penisnya ke bagian paha Bu Intan. Mungkin membersihkan sisa spermanya. Melihat dua orang yang habis bercinta itu segera merapikan pakaian, Riana buru-buru pergi ke kamarnya.  Sampai di kamar, Riana tidak mendapati siapapun. Dika mungkin masih ngopi bersama para suami lainnya. Riana buru-buru menuju kamar mandi. Saat di dalam, dia segera menaikkan rok panjang yang digunakannya. Lalu, ia melihat celana dalam di bagian selangkannya basah.

Riana mengakui telah bernafsu melihat perseggemaan itu. Dan, ketika melihat ntuk pertama kalinya penis lelaki sebegitu besarnya seperti milik Pak Agung.


Bersambung.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar